Cinta Buta Pedas
Sinar mentari menyambutku saat sedikit demi sedikit
mataku membuka. Terimakasih Tuhan atas karuniaMu, hari ini aku masih bisa
bernapas. Setelah nyawaku terkumpul, kusiapkan diriku untuk berangkat ke
sekolah dasar yang letaknya sangat dekat dari rumahku.
Ceria. Itulah suasana pagi hari ini yang membuatku
semakin semangat untuk pergi ke sekolah. Hari ini aku diberi uang saku dua ribu
untuk jajan. Lumayan, bisa dapat siomay dan sosis goreng yang berlumuran saus
merah pedas. Yuumm.
Pelajaran hari ini tidak terlalu lama karena
hari ini adalah hari Jumat yang merupakan hari pendek. Selesai sekolah
teman-temanku mengajakku untuk membeli cemilan di warung-warung yang ada di
depan sekolah.
"Ilya, kamu ikut aku yuk, ke warung soto!"
seru salah satu temanku, Julianti alias Junti. Yang dimaksud soto di sini
adalah kuah kaldu sapi yang diberi kubis dan kerupuk. Entah bagaimana makanan
seperti itu bisa disebut soto. Ah sudahlah, tidak penting. Yang penting
sekarang aku harus mengisi perutku yang keroncongan. Kuikuti langkah Junti ke
tempat seorang ibu setengah baya yang duduk manis di depan kompor minyak yang
sedang merebus kaldu yang baunya, hmmmmmm lebih harum dari parfume manapun!
Aku
akhirnya menukar uang seribuanku dengan semangkuk kecil soto yang sangat pedas.
Ya, aku memang pecinta pedas. Rasanya ada yang tidak pas ketika aku tidak
merasakan pedas pada suatu makanan. Kumakan soto itu dalam keadaan masih panas,
uapnya mengepul, sambil sesekali bertukar cerita dengan Junti. Aku yang pertama selesai makan soto. Jadi daripada
bengong melihat Junti yang masih asyik makan soto, mending aku beli makanan
lain. Kali ini aku beralih ke deretan sosis dan nuget yang warna-warni juga
beragam bentuk. Aku beli dua, yang satu sosis warna merah, yang satu tiruan
paha ayam goreng yang terbuat dari gandum. Setelah itu, kutuang saus oranye
cerah sebanyak-banyaknya sehingga sosis itu terlihat seperti sup. Kumakan
dengan lahap semua makanan itu. Aku pernah lihat di televisi kalau sosis
warna-warni semacam ini sangat berbahaya dikonsumsi. Apalagi saus oranye cerah
yang entah dibuat apa. Tapi, aku sama sekali tidak peduli dengan itu semua.
Kecintaanku kepada makanan dan rasa pedas telah membutakanku. Cinta buta!
Selepas makan ria, aku akhirnya pamit pulang kepada Junti,
"Jun, aku pulang dulu ya. Jangan lupa kangenin aku ya."
"Sana pulang! Buat apa aku kangen sama
kamu!"
"Ngga usah pake emosi kali!"
Sambil jalan ke rumah, aku cekikian mengingat wajah
Junti yang lagi sewot. Tapi, tiba-tiba rasa tidak enak menyerang perutku.
Perutku terasa memilit. Segera aku lari ke rumah.
Sampai di rumah aku langsung menjatuhkan diriku ke
kursi.
"Arrrgh, sakit banget! Ibu! Ibu! Perutku
sakit." Aku berteriak dengan mengerang kesakitan. Kulihat ibuku lari
menghampiriku dengan tergopoh-gopoh.
"Ada apa, Ilya?" tanya ibu dengan penuh
cemas.
"Perutku sakit banget, Bu."
Tanpa terasa air mata mulai mengalir dari mataku. Rasa
sakit diperutku makin lama tidak dapat kutahan. Sampai-sampai kakiku menendang
tidak tentu arah. Aku seperti orang kesurupan. Tak
lama, sebuah mobil datang. Pamanku datang menhampiri dan langsung
menggendongku. Aku ditidurkan di jok mobil bagian tengah. Tangisanku belum juga
berhenti.
Tenyata aku dibawa ke rumah sakit daerah yang ada di
kotaku. Para perawat menyambutku dengan kasur rumah sakit yang sudah siap di
pintu masuk UGD. Ketakutanku semakin bertambah, ketika di UGD aku melihat
berbagai orang dengan penyakit beragam sedang mengerang kesakitan. Tangisanku
semakin parah. Namun, tak lama, datang seorang dokter pria yang wajahnya
seperti orang Arab. Dia menanyakan keluhanku yang dijawab oleh orang tuaku.
Aku
sudah tidak terlalu sadar ketika aku dibawa ke salah satu ruangan tempat
opname. Di ruang itu aku diberi tahu bahwa aku terkena gejala tipus dan mag.
Gejala tipus disebabkan karena makananku sembarangan dan tidak sehat. Sedangkan
Mag disebabkan karena pola makanku tidak teratur, seenaknya. Untung saja tidak ada jarum infus yang masuk ke kulitku.
2 hari aku di rawat di rumah sakit. Di sana makanannya
hanya ada bubur dan sayuran. Dokter mengatakan kalau aku harus makan bubur setiap
hari, tidak boleh nasi. Aku juga tidak diperbolehkan memakan makanan pedas dan
asam untuk waktu 2 bulan. Tentu
saja aku mengikuti saran dokter. Selain karena aku menaati semua pantangan yang
ada, aku juga rajin minum obat yang diberikan. Rajin dalam kamusku yaitu, dibentak-bentak, diseret-seret dulu baru mau,
Sekarang aku sudah berada di sekolah menengah pertama.
Penyakitku selama ini belum pernah kambuh. Tapi suatu hari aku merasakan gejala
yang sama seperti saat dulu aku sakit tipus. Maka aku langsung dibawa ke dokter
umum yang ada di dekat rumahku. Ternyata
aku sakit radang usus, hampir menyerupai tipus. Aku sakit lagi karena
kecintaanku pada pedas muncul lagi. Dokter menyarankan agar aku mengurangi
kadar kecintaanku pada semua makanan yang bercita rasa pedas. Sebenarnya kata
teman-temanku, aku bukan lagi memakan makanan yang pedas, tapi amat-sangat-pedas-banget-sekali.
Tapi aku tidak mengatakan hal itu pada dokter.
Dari
semua pengalamanku itu, sepertinya aku harus mengurangi memakan makanan yang
pedas. Tapi sangat susah. Sudah kucoba, tapi gagal. Namun, kini aku lebih
sering makan makanan yang pedas saja, bukannya amat-sangat-pedas-banget-sekali.
1 komentar:
Write komentarMerkur 2.28 - 모나코 카지노 먹튀 - Passenger Casino 카지노 카지노 10cric 10cric 202Bet Tips Olbg - Sports & Online Betting
Reply